Suku Mosuo, yang tinggal di sekitar Danau Lugu di China bisa dianggap sebagai suku wanita dengan sistem sosial yang unik. Dalam kehidupan mereka, wanita memegang kendali tertinggi, sebuah konsep matriarki yang membedakan mereka dari masyarakat lain yang umumnya mengadopsi sistem patriarki.
Diwariskan dari Ibu
Dalam tatanan sosial Suku Mosuo, garis keturunan dan warisan berjalan melalui jalur ibu. Anak-anak mewarisi nama keluarga dan harta benda dari ibu mereka, menciptakan fondasi sistem matriarki yang unik ini.
Tradisi Walking Marriage
Salah satu keunikan Suku Mosuo adalah tradisi walking marriage atau zouhun dalam bahasa Tionghoa. Perempuan yang telah mengalami menstruasi memiliki kebebasan untuk memilih pasangan seksual mereka. Pada umumnya, usia haid anak perempuan terjadi pada rentang usia 10-14 tahun.
Dalam tradisi ini, wanita menanti di dalam kamar, sementara pria memasuki melalui jendela atau pintu belakang. Topi tersebut menjadi tanda bahwa kamar tersebut telah diisi.
Kebebasan Memilih Pasangan
Keputusan untuk menerima atau menolak pasangan sepenuhnya berada di tangan wanita. Jika diterima, hubungan intim dilakukan pada malam itu, namun wanita memiliki hak untuk mengganti pasangannya jika tidak cocok.
Tanpa ikatan pernikahan formal, perempuan Suku Mosuo bisa memiliki lebih dari satu pasangan sepanjang hidupnya.
Asal-Usul
Sistem matriarki Suku Mosuo tumbuh dari sejarah pahit ketika suami meninggalkan keluarga untuk berdagang di Jalur Sumatera ke India.
Dalam ketidaksetujuan ini, wanita mengambil peran sentral dalam lingkungan mereka, mengelola keputusan keluarga, kegiatan pertanian, dan bisnis.
Peran Wanita dalam Sistem Matriarki Penting untuk dicatat bahwa keberadaan sistem matriarki tidak berarti wanita sepenuhnya menguasai semua aspek kehidupan.
Meskipun demikian, perempuan Suku Mosuo memainkan peran sentral dalam pengambilan keputusan keluarga, mengatur keuangan, dan menjadi pengelola sumber daya alam.
