Kisah Maalula, Desa Kristen di Suriah yang Masih Gunakan Bahasa Kuno Era Yesus Kristus

Default

Maalula, yang memiliki arti "Pintu Masuk" dalam bahasa Aram, merupakan satu dari tiga desa di sekitar Damaskus yang masih menjaga keberlanjutan penggunaan bahasa tersebut.

Elias Thaalab, pemimpin desa Maalula yang memiliki populasi sekitar 2.700 jiwa, menyatakan, "Kami adalah bagian dari sekelompok masyarakat langka di dunia yang masih memiliki kehormatan untuk menguasai bahasa kuno ini."

Dengan semakin berkurangnya jumlah penduduk yang mahir berbahasa Aram, langkah-langkah telah diambil untuk menyelamatkan bahasa ini, termasuk memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan dan mengajarkannya setiap hari.

Antoinette Mokh, seorang guru lokal, menjelaskan bahwa bahasa Aram merupakan warisan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, namun tantangan muncul ketika anak-anak lahir di luar Maalula selama periode perang.

Di tengah buku-buku tebal, George Zaarour, penduduk Maalula, menggunakan kaca pembesar untuk membaca huruf Aram, sebuah bahasa kuno yang berasal dari era Yesus Kristus. Maalula, yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut, tetap mempertahankan penggunaan bahasa Aram, namun kini jumlah yang mahir semakin sedikit.

Bahasa Aram saat ini menghadapi ancaman kepunahan. George Zaarour menyatakan, "Jika tidak ada tindakan, bahasa ini mungkin akan punah dalam waktu lima hingga sepuluh tahun mendatang."

Zaarour, yang juga menjalankan bisnis jual beli salib, ikon keagamaan, dan produk rumah tangga, berupaya untuk menerjemahkan bahasa Semitik kuno ini yang pernah tersebar luas di wilayah Timur Tengah pada awal Kekristenan.

Dengan persentase 80 persen penduduk Maalula yang tidak dapat berbahasa Aram, dan sisanya berusia di atas 60 tahun, desa ini, yang dianggap sebagai simbol kehadiran Kristen di Suriah, terutama Damaskus, berhadapan dengan tantangan melestarikan warisan bahasa kuno ini.

Sebelum terjadinya perang sipil Suriah pada tahun 2011, para peziarah dari seluruh dunia datang bukan hanya untuk melihat bangunan bersejarah, tetapi juga untuk mendengar percakapan dalam bahasa Aram di jalanan desa ini. Namun, konflik bersenjata, terutama serangan kelompok yang terkait dengan Al Qaeda pada akhir tahun 2013, memaksa penduduk Maalula untuk mengungsi.

Meskipun pasukan pemerintah merebut kembali desa pada April 2014, tujuh bulan setelah serangan, sebagian besar pengungsi Maalula kembali ke tempat asalnya. Zaarour menyebutkan bahwa banyak pengungsi Maalula sebelumnya tinggal di sekitar Damaskus, dengan jarak sekitar 55 kilometer atau lebih, di mana mereka mempelajari bahasa Arab sebagai bagian dari adaptasi mereka.

Elias Thaalab, kepala desa, menegaskan bahwa menjaga bahasa Aram tetap menjadi prioritas utama mereka. "Lebih dari 2.000 tahun, kami berhasil melestarikan bahasa Yesus ini di hati kami," ujarnya dengan tekad.

Tautan berhasil disalinX
x

Keluar dari JalanTikus

Popup External Background JalanTikus

Apakah anda yakin untuk meninggalkan website JalanTikus?

Ya
Batal