Bukan rahasia lagi kalau masih banyak banget konten negatif yang tersebar di internet. Sebut saja pornografi, hoaks, penipuan, dan lainnya.
Salah satu cara pemerintah untuk menanggulanginya adalah dengan melakukan monitoring dan takedown atau blokir terhadap konten-konten atau situs-situs yang dianggap berbahaya tersebut.
Menurut Direktur PI Bonifasius Wahyu Pudjianto dalam acara Konferensi Pers Survei Indeks Literasi Digital 2021, Kamis (20/1/2022), hingga saat ini jumlah konten negatif yang bisa diakses bebas oleh masyarakat Indonesia masih sangat mengkhawatirkan.
Untuk tahun 2021 saja, ada jutaan konten yang terpaksa diblokir pemerintah. Salah satu jenis konten yang jumlahnya masih paling banyak adalah konten pornografi.
Akses konten Pornografi di Indonesia
Berdasarkan data yang berhasil disaring oleh mesin AIS milik Kemkominfo, ada 1.101.324 konten pornografi yang berhasil diblokir pemerintah pada 2021 lalu.
"Beberapa data yang kami peroleh dari rekan-rekan yang meng-handle sistem AIS di Kemkominfo. Ditjen Aptika (Aplikasi Informatika) mencatat memang konten yang paling banyak kita takedown adalah terkait dengan pornografi," jelas Boni.
Jumlah ini jadi yang paling tinggi. Kemudian di bawahnya ada kategori konten negatif lainnya seperti hoaks atau berita bohong, dengan 565.449 konten.
Lalu ada konten perjudian online dengan jumlah 441.098 konten, penipuan online 15.316 konten, keamanan informasi 325 konten, SARA 188 konten, dan fitnah 17 konten.
WhatsApp dan Facebook aplikasi paling banyak diakses
Dalam data tersebut, konten hoaks atau berita bohong juga masih cukup banyak ditemukan. Selama ini, memang masih agak sulit untuk mengontrol semua konten hoaks. Apalagi masih banyak orang yang mengandalkan media sosial sebagai sumber informasi utama mereka.
Seperti yang kita ketahui, banyak hoaks yang bersumber di media sosial. Itu gak mengherankan, karena pada tahun 2021 masih ada 48,8% responden yang mengandalkan media sosial WhatsApp sebagai sumber informasi utama mereka.
Selain WhatsApp, ada juga 23,2% responden yang mengandalkan Facebook, serta 13,8% responden yang mengandalkan Instagram.
Tak mengherankan, karena sampai saat ini WhatsApp dan Facebook masih jadi media sosial yang paling banyak dimiliki orang Indonesia.
Dalam survei yang dilakukan Kemkominfo dan KataData tersebut, terungkap kalau 95,9% responden memiliki akun WhatsApp. Di bawahnya, ada Facebook yang dimiliki oleh 80,4% responden, dan YouTube di posisi ketiga dimiliki oleh 72,7% responden.
WhatsApp juga masih jadi pemuncak dalam hal durasi akses media sosial. 40,3% responden mengakses WhatsApp 5-8 jam dalam sehari. Sementara di bawahnya, ada aplikasi TikTok yang diakses 31,8% responden selama 5-8 jam dalam sehari.
Strategi penanganan konten negatif pemerintah
Kamu bisa aja gak setuju dengan cara pemerintah ini. Namun sebenarnya itu hanya satu dari sekian banyak strategi pemerintah dalam menanggulangi konten negatif.
Menurut Boni, memang seharusnya upaya takedown atau blokir ini hanya jadi upaya terakhir yang dilakukan untuk mengontrol keberadaan konten negatif di internet.
Pasalnya, jika Kemkominfo setiap hari hanya bertugas memblokir konten negatif tersebut, tentunya tidak akan ada habisnya.
"Maka dari itu memerlukan berbagai upaya penanggulangan secara sistematis. Program literasi digital dilakukan untuk mengurangi, menekan jumlah konten negatif, atau dampak yang kurang bagus di dunia digital," papar Boni.
Ia mengungkapkan strategi penanganan konten negatif oleh pemerintah. Di antaranya ada 3 tahapan, yakni up stream, middle stream, dan down stream.
Upaya up stream jadi salah satu yang paling penting dan harus pertama kali dilakukan. Pemerintah akan berusaha mengajak seluruh masyarakat Indonesia dengan target 50 juta masyarakat diberikan literasi digital hingga tahun 2024.
Selanjutnya adalah upaya middle stream, di mana pemerintah akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk bisa melakukan upaya identifikasi, monitoring, klarifikasi terhadap konten negatif di berbagai platform sosial media.
Jika kedua upaya tersebut masih kurang berhasil juga, barulah dilakukan upaya down stream, di mana akan dilakukan pendekatan hukum pada pelaku penyebar konten negatif yang masih terus menerus menyebarkan konten tersebut.
Tingkat literasi digital masyarakat Indonesia
Di sisi lain, tingkat literasi digital masyarakat Indonesia sudah memperlihatkan angka cukup baik menurut Expert Panel Katadata Insight Center Mulya Amri yang hadir di acara yang sama.
Ia memaparkan kalau Indeks Literasi Digital Indonesia secara nasional untuk tahun 2021 sudah termasuk dalam kategori sedang, dengan skor indeks 3,49 dari total 5.
Angka tersebut terdiri dari 4 pilar yang membentuk literasi digital sesuai dengan roadmap literasi digital 2020-2024. Di antaranya ada digital skill, digital ethics, digital safety, dan digital culture.
"Untuk indonesia yang paling tinggi skornya ada untuk digital culture di skor 3,9 atau budaya digital. Sementara yang masih membutuhkan perhatian ada digital safety di skor 3,1," terang Mulya Amri.
Secara keseluruhan, angka tersebut sudah cukup bagus dan sedikit di atas rata-rata. Bahkan mendekati kategori baik. Namun tentunya, Amri menekankan masih diperlukan upaya lebih untuk terus meningkatkan angka indeks literasi digital tersebut.
Baca juga artikel seputar Gadgets, Tech Hack, Apps, atau artikel menarik lainnya dari Syifa Nuri Khairunnisa.
BACA JUGA
Harga iPhone XR Terbaru dan Spesifikasinya, Masih Worth-It Dibeli di Tahun 2022?
TECNO POVA Neo Resmi Rilis di Indonesia, HP Gaming Entry Level Harga Rp1 Jutaan!
vivo V23e Harga dan Spesifikasi, HP Rp 4 Jutaan dengan Desain Mewah
Bocoran Harga Samsung Galaxy S22 dan Spesifikasinya, Ponsel Flagship Terbaru Rilis Februari?
Harga Laptop Huawei Matebook D15 dan Spesifikasinya, Fitur Premium Modal Minimum!
Laptop Buat Kreator Muda, Cek Spesifikasi & Harga ASUS VivoBook Pro 14 OLED