Dua pasangan yang baru saja menikah di Desa Pakuon, Cianjur, terungkap memiliki rahasia yang mengejutkan. IH (23) dan AY (25) telah menjalin hubungan selama dua tahun sebelum memutuskan untuk mempersatukan diri dalam ikatan pernikahan.
Mereka berkenalan melalui media sosial Facebook, di mana AY berpura-pura menjadi seorang pria dan membohongi orang tua IH. Tanpa disangka, AY akhirnya mengunjungi rumah IH, meminta izin kepada orang tua, dan bahkan bersedia menanggung semua biaya pernikahan.
Pada awal perkenalan, AY mengaku sebagai seorang pendatang dari Kalimantan yang merantau ke Cianjur. Pasangan tersebut memperlihatkan kasih sayang satu sama lain dan memutuskan untuk menikah. Namun, ketika mereka mencoba mengurus pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sukaresmi, Cianjur, mereka mengalami penolakan.
Dilaporkan oleh Kepala KUA Sukaresmi, Dadang Abdullah, bahwa pasangan tersebut datang ke kantor untuk mengurus persyaratan pernikahan. Namun, pihak pria tidak dapat memberikan identitasnya dengan alasan identitasnya diambil oleh orang tuanya karena tidak memberikan restu. Oleh karena itu, proses pendaftaran pernikahan tidak dapat dilanjutkan dan ditolak.
Setelah penolakan tersebut, pasangan tersebut mencoba meminta izin untuk melangsungkan pernikahan secara siri, namun pihak KUA hanya memberikan pembinaan, dengan harapan mereka menyadari dampak buruk dari pernikahan siri.
Beberapa hari kemudian, pihak KUA mendapatkan informasi bahwa pasangan tersebut telah melangsungkan pernikahan, lengkap dengan resepsi mewah senilai miliaran rupiah. Pemerintah Desa kemudian berusaha memverifikasi informasi tersebut dengan mengunjungi keluarga pasangan tersebut. Namun, pihak pria tidak dapat menunjukkan identitas diri, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau dokumen identitas lainnya.
Setelah pernikahan tersebut, terungkap bahwa biaya resepsi sebenarnya merupakan hasil pinjaman dari seorang warga. Beberapa warga kemudian membawa masalah ini ke kantor kecamatan untuk memeriksa identitas pasangan tersebut.
Ternyata, pria tersebut sebenarnya adalah seorang perempuan, dan pernikahan yang diadakan melibatkan dua perempuan. Pihak perempuan yang menjadi korban merasa terkejut karena ditipu oleh pasangannya yang juga tidak mengetahui bahwa pasangannya sebenarnya adalah seorang perempuan.
Akhirnya, pernikahan tersebut berakhir dan warga desa diminta untuk tidak membicarakan masalah ini lagi, dengan alasan kepedulian terhadap perasaan mempelai perempuan dan keluarganya. Pemerintah desa memberikan pendampingan kepada keluarga tersebut untuk membantu mereka mengatasi dampak masalah ini dan tetap semangat.