Kisah seorang pria tua bernama Kakek Geyong yang hidup sendiri di sebuah gubuk reyot. Setiap harinya, Kakek Geyong berjuang keras untuk bertahan hidup dengan berjualan kayu bakar. Namun, dengan keadaannya ia tetap tidak dapat bansos. Dimana keadilan?!
Penghasilannya pun hanya sekitar Rp10.000 per hari, sebuah angka yang tak sebanding dengan pengorbanan dan jerih payahnya.Meskipun hidup dalam kesederhanaan, ia tak pernah mengeluh dan selalu bersyukur atas apa yang ia miliki.
Namun, di balik semangatnya, Kakek Geyong menyimpan rasa sedih. Ia tak mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah, yang semakin mempersulit hidupnya. Kisah Kakek Geyong menjadi sorotan media massa dan mengundang simpati dari berbagai pihak. Banyak orang yang tergerak hatinya untuk membantu sang kakek.
Kisah Kakek Geyong menjadi cerminan miring sistem bansos di Indonesia. Bagaimana mungkin seorang yang jelas membutuhkan bantuan tidak mendapatkannya, sementara ada banyak yang menyalahgunakan bansos? Kegagalan pemerintah dalam mendistribusikan bansos secara tepat sasaran merupakan masalah serius yang harus segera dibenahi.
Pemerintah harus segera mengevaluasi sistem bansos yang ada. Data penerima bansos harus diperbarui secara berkala dan verifikasi harus dilakukan secara ketat. Bansos juga harus diberikan kepada orang yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada orang yang mampu secara finansial.
Janganlah sampai kisah Kakek Geyong terulang kembali. Mari bersama-sama mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah atas sistem bansos yang adil dan tepat sasaran!