Seorang pengusaha kos-kosan wanita menghadapi dilema berat dalam menjalankan bisnisnya. Awalnya, usaha kos-kosan khusus wanita miliknya berjalan lancar, namun situasi berubah ketika ia mendapat laporan dari tetangga tentang pelanggaran aturan oleh para penghuni.
Laporan tersebut menyebutkan adanya tamu pria yang masuk ke kamar kos. Meski awalnya skeptis, sang pemilik memutuskan untuk memasang kamera CCTV guna memverifikasi kebenaran laporan ini.
Hasilnya mengonfirmasi kecurigaan: beberapa penghuni memang membawa tamu pria ke kamar dengan pintu tertutup, melanggar aturan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Merasa kesal dan kecewa, pemilik kos-kosan memperketat peraturan dengan melarang total akses tamu pria ke dalam kos. Namun, keputusan ini justru berdampak negatif pada bisnisnya. Banyak penghuni memilih keluar karena merasa "tidak bebas", menyebabkan okupansi kos-kosan menurun drastis.
"Ternyata cari uang jalur lurus susah banget," keluh sang pemilik, mengekspresikan frustrasinya dalam menjalankan bisnis secara etis.
Ironisnya, meski kos-kosan tersebut dilengkapi fasilitas mewah seperti AC, Wi-Fi, dan kamar mandi dalam, serta menawarkan tarif kompetitif Rp600.000 per bulan dengan gratis listrik, gas, dan air, tetap saja tidak ada peminat baru yang masuk.
Pemilik kos-kosan kini menghadapi dilema berat: mempertahankan prinsip moralnya atau mengendurkan aturan demi kelangsungan bisnis.
"Apa iya harus aku 'bebasin' biar laku? Tapi aku gak mau," ungkapnya.