Meski cryptocurrency dan NFT sedang digandrungi, namun Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana tetap mengingatkan akan bahaya tren tersebut.
Bukannya tanpa alasan, menurut Ivan, kripto dan Non-Fungible Token (NFT) pada dasarnya bisa dijadikan alat pencucian uang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, geng.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Penandatanganan MoU antara PPATK dan Universitas Jember (Unej) sebagaimana yang dilansir dari kanal YouTube FH Unej, Senin (24/01/2022).
Hadir pula dalam acara tersebut Rektor Unej Iwan Taruna, hakim agung Suharto dan komisioner KPK Nurul Ghufron.
"Pada saat kita membahas kemajuan internet kedua, kini sudah masuk yang ketiga. Saat orang membicarakan money laundering revolusi industri 4.0, kita sudah masuk revolusi industri 5.0," kata Ivan.
Masih menurut Ivan, para pelaku kejahatan biasanya rela melakukan hal apa saja. Terlebih, kehadiran PPATK membuat mereka semakin menghindari setiap transaksi keuangan yang mencurigakan.
Pasalnya, semua transaksi kini harus selalu dilaporkan ke PPATK, tak terkecuali bank, toko emas, properti, hingga broker sekalipun.
"Dalam satu jam, kami menerima 6 ribu laporan. Di data base kami ada 1 miliaran laporan. Jadi, kejahatan itu sedemikian rupa transformasinya. Jadi metamorfosa kejahatan itu luar biasa berat," lanjutnya.
Selain itu, ketatnya pengawasan yang diberikan juga tidak menjamin transaksi pencucian uang tidak bisa terjadi. Terlebih, perkembangan teknologi juga membuat modus kejahatan terus berubah.
"Tapi orang berpikir lain, masuk bitcoin, kita bisa cegah di indodaxnya. Kemudian bila mereka melakukan pencucian uang fully cloud dan dia menggunakan yuridiksi lain, itu memberikan komplikasi yang luar biasa," beber Ivan.

Sumber foto: pixabay
Dalam hal ini, Ivan Yustiavandana menekankan kepada pemakai NFT, terutama para kaum milenial, untuk mewaspadai dampak negatif dari tren teknologi blockchain tersebut.
"Jual beli gambar saja bisa laku Rp300-400 miliar. Kenapa bisa laku seperti itu? Kemudian orang bisa melakukan tindak pencucian uang terhadap aset tadi. Yang begini aware nggak kita?" tuturnya.
Ivan Yustiavandana kemudian menyimpulkan bahwa pencucian uang adalah akar kejahatan. Oleh karena itu, untuk membasminya tidak hanya melalui pidana asalnya saja, tapi juga harus dengan penyitaan aset.
"Kalau tidak ada penyitaan aset, seperti menebang pohon. Tumbuh lagi karena akarnya tidak dicabut. Nah, akarnya ini lah tindak pidana pencucian uang," jelas Ivan Yustiavandana.
Isu pencucian uang melalui transaksi NFT memang bukan sekali ini saja disuarakan, geng. Dalam beberapa studi, NFT diyakini memiliki kerentanan untuk terjadinya tindakan kejahatan tersebut.
Royal United Service dalam laporannya bahkan menyebut kalau NFT bisa digunakan sebagai ladang pencucian uang yang baru bagi para pelaku kejahatan.
Terlebih, NFT sebagai sebuah platform baru pada umumnya juga belum bisa dicampuri oleh otoritas keamanan resmi seperti polisi, lembaga intelijen keungan, atau otoritas pajak.
Sementara menurut pakar Metaverse dari Indonesia Digital Milenial Coorperative (IDM Co-op), MC Basyar, mengatakan jika seluruh bisnis memang cenderang dapat dilakukan pencucian uang termasuk NFT.

Sumber foto: pixabay
"Semua bisnis pasti ada kecenderungan ke arah sana (pencucian uang), tapi yang jelas saya merasakan bahwa NFT avoid atau early warning system-nya lebih mudah," kata Basyar, dikutip dari CNN Indonesia.
Menurut Basyar, pihak keamanan dapat mendeteksi aktivitas pencucian uang lewat kepemilikan akun wallet dalam NFT.
Hal itu didasarkan fakta bahwa ekosistem di aset digital tersebut harus melewati tahapan deposito ke exchanger terlebih dahulu, baru kemudian pengguna bisa mengirimkan dananya ke dompet digital.
Itu artinya, otoritas keamanan bisa mengakses identitas resmi setiap orang yang memanfaatkan exchanger, mengingat pengguna exchanger selalu mengunggah KTP-nya saat mendaftar di awal.
"Jangankan pemerintah, saya juga bisa tracking misalnya ada anak pejabat dia jual NFT di sana, bisa saya lihat dia beli apa dijual ke mana dan dikirim ke mana," jelas Basyar.
Basyar kemudian meminta kepada pihak regulator atau pemerintah untuk beradaptasi dengan iklim yang baru ini, geng. Harapannya, pemerintah tak akan terlihat gagap saat menerima laporan pencucian uang.
Baca juga artikel seputar NFT atau artikel menarik lainnya dari Muhammad Irsyad.
BACA JUGA
Harga Kripto Lagi Anjlok, Apa Sekarang Waktu yang Tepat buat Serok?
Twitter Rilis Fitur Verifikasi NFT untuk Dijadikan Foto Profil, Bakal Beda dari Akun Lain!
Meta Bakal Kembangkan Fitur Jual-Beli NFT di Facebook dan Instagram
Susul MUI dan NU, Muhammadiyah Juga Keluarkan Fatwa Haram Untuk Mata Uang Kripto
Gak Perlu Uang Crypto, Kini Kamu Bisa Beli NFT Pakai Kartu Kredit!
Mau Kaya dari Jualan NFT Seperti Ghozali? Wajib Bayar Pajak 0,5 Persen, Geng!