Beberapa hari belakangan fenomena ruang angkasa yang unik atau bahkan bisa dibilang cukup mengerikan sedang terjadi. Fenomena itu disebut "tsunami matahari" atau "solar tsunami".
Eh, tsunami? Apa bedanya sama tsunami di lautan sana, ya?
Seperti dilansir Forbes, tsunami matahari juga dikenal sebagai EIT waves atau gelombang EIT. Sejenis gelombang kejut yang datang bersamaan dengan penyemburan massa koronal (coronal mass ejection) atau CME dari matahari.
CME ini berbeda dari semburan atau suar matahari biasa. Suar matahari atau solar flare adalah gelombang energi dari matahari yang menyembur ke sistem tata surya dalam kecepatan cahaya. Biasanya, fenomena ini bakal mengganggu komunikasi radio ketika bertemu dengan medan magnet Bumi.
Sementara CME, terbuat dari partikel bermuatan yang berjalan lambat. Butuh waktu beberapa hari bagi CME untuk mencapai magnetosfer.
Hal ini merupakan dampak dari adanya badai matahari dan suar matahari yang terjadi dalam waktu bersamaan, seperti sekarang ini.
Apa Dampaknya pada Bumi?

Sementara itu, dilansir dari Express.co.uk bahwa badai matahari saat ini sedang bertumbuh dan diprediksi akan mencapai medan magnet Bumi pada 31 Maret 2022.
Hal itu terjadi sebagai dampak letusan bintik matahari (sunspot) AR2975 yang ada di bagian tengah-kiri matahari.
Kamu sebenarnya gak perlu khawatir gelombang itu akan mencapai matahari. Namun, tetap saja akan berdampak dalam bentuk gangguan terhadap radio gelombang pendek.
Gangguan tersebut bahkan sudah dirasakan beberapa pihak sejak beberapa hari ini. Pilot, pelaut, dan operator radio ham, khususnya di daerah selatan Atlantik menemukan adanya kejadian aneh.
Hal ini disebabkan adanya elemen seperti ultra-violet dan X-ray yang membuat perubahan di bagian ionosfer Bumi (bagian atas dari atmosfer Bumi).
Seperti dikatakan oleh ahli fisika cuaca luar angkasa Tamitha Skov, letusan ini diklasifikasikan sebagai kelas M-4 yang kemudian memicu tsunami matahari.

Menariknya, pemadaman radio yang pertama memang terjadi di sekitar khatulistiwa. Namun, ahli astronomi Dr. Tony Philips melalui Spaceweather mengatakan bahwa magnetosfer Bumi sebenarnya menyalurkan proton energik dari matahari menuju kutub planet kita.
Itu yang lalu menyebabkan pemadaman radio kedua di sekitar wilayah kutub yang mungkin diperhatikan oleh pilot.
Selain gangguan radio, segala aktivitas matahari ini juga memproduksi CME yang mungkin menghasilkan aurora borealis dan aurora australis yang indah, geng.
Ketika angin matahari menghantam medan magnet Bumi, interaksi tersebut bisa menyebabkan atmosfer berpendar. Inilah yang dikenal sebagai aurora polaris, atau Cahaya Utara di belahan Bumi utara.
Beberapa orang bisa mengamati hal tersebut, misalnya di Amerika Serikat seperti di wilayah New York. Masyarakat di Selandia Baru dan Tasmania, Australia juga bisa melihat dampak aurora saat langit cukup gelap.
Namun sisanya bakal kurang beruntung. Pasalnya, partikel matahari yang sampai ke bumi saat badai akan dibelokkan ke arah kutub oleh medan magnet Bumi. Jadi, memang tak semua wilayah bisa melihat dampaknya.
Bakal Berlangsung hingga 31 Maret

Lebih lanjut, Skov mengatakan bahwa badai matahari ini akan terus berlanjut sampai badai matahari terjadi pada 31 Maret 2022.
US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) bahkan memprediksi akan adanya badai matahari yang datang dengan cepat dan besar.
Maka dari itu, dampaknya gak hanya indah tapi juga cukup mengganggu. Misalnya, masalah terhadap komunikasi radio dengan frekuensi tinggi dan juga navigasi yang terjadi di ketinggian.
Skov bahkan memperingatkan bahwa penerbangan yang membawa penumpang berisiko tinggi juga harus mewaspadai adanya dosis radiasi yang meningkat.
Tsunami matahari memang masuk kategori "radio-active", mereka seakan menembakkan gelombang radio ke Bumi yang lalu menghapus beberapa transmisi radio kita.
Maka dari itu, para ahli tetap meminta kita agar tetap waspada. Pasalnya, selemah apa pun badai matahari yang sedang terjadi, tetap memiliki bahayanya sendiri.

Ada risiko ancaman fluktuasi jaringan listrik dan juga dampak kecil pada operasi satelit.
Badai matahari yang paling lemah, yakni kategori G1 Minor, bahkan bisa mengganggu komunikasi radio dengan radiasi tinggi energi yang bisa mencakup seluruh spektrum elektromagnetik.
Secara historis, kejadian seperti ini memang pernah terjadi. Misalnya pada tahun 1859 yang disebut Carrington Event, terjadi badai geomagnetik paling parah selama ini.
Aurora bisa terlihat hingga di wilayah Karibia. Namun jalur telegram sempat terganggu di sepanjang benua Amerika.
Jika hal yang terjadi saat itu terjadi juga saat ini, para ahli percaya kalau dampaknya akan sangat besar. Gangguan listrik, pemadaman listrik, dan kerusakan akibat jaringan listrik yang terputus.
Baca juga artikel seputar Sains, Hiburan, atau artikel menarik lainnya dari Syifa Nuri Khairunnisa.
BACA JUGA
Ilmuwan Dunia Buktikan Kebenaran Kisah Ashabul Kahfi, Bukti Kehebatan Al-Quran!
Viral! Turis Bule Asal Bulgaria Ini Jadi Pengais Sampah di Bali Demi Bisa Makan
Viral! Will Smith Tampar Chris Rock di Panggung Oscar 2022, Netizen Panen Meme
7 Bintang Tamu Podcast Deddy Corbuzier yang Ditangkap Polisi, Terbaru Dea OnlyFans!
5 Potret Artis Indonesia Sebelum dan Sesudah Oplas, Penampilannya Makin Cetar!
6 Artis Cantik yang Doyan Banget Kencani Brondong, Ada yang Menikah Sampai Lima Kali!