Kisah Guru SMP Ikhlas 13 Tahun Mengajar di Daerah Terpencil dan Tanpa Insentif: Saya Kasihan kepada Anak-anak

Ditulis oleh Jaka Gledek - Tuesday, 09 July 2024, 08:22
Ini bukti kalau guru memang pahlawan tanpa tanda jasa. Walau sulit, yang dipikirkan tetap nasib murid-muridnya. Sehat selalu ya, Bu 🥺

Kamu pasti terharu mendengar kisah seorang guru yang dengan setia telah mengajar selama 13 tahun di daerah terpencil. Meskipun harus berkorban dan berjuang, sang guru ini mengaku tidak pernah mendapatkan insentif apapun.

Namanya adalah Dian Widiawati, seorang guru berusia 40 tahun. Dian menjadi contoh nyata betapa beratnya perjuangan para guru di daerah terpencil Madiun. Dia mengajar di SMPN Satu Atap Gemarang yang terletak di Dusun Tungu, Desa Batok, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Sekolah ini berada di lereng Gunung Wilis dan jaraknya cukup jauh dari pusat kota Caruban. Jika dilihat melalui aplikasi peta digital, butuh waktu sekitar 35 menit untuk mencapai sekolah ini dari Caruban. Sedangkan jika menggunakan sepeda motor dari Kota Madiun, dibutuhkan waktu satu jam untuk sampai ke sana.

Dalam sebuah wawancara, Dian menceritakan suka dukanya selama mengajar di sekolah tersebut sejak tahun 2011. Awalnya dia sempat mengeluh karena bukanlah warga asli Kabupaten Madiun dan harus pulang pergi setiap hari dari Kecamatan Wilangan, Kabupaten Nganjuk yang jaraknya cukup jauh.

Namun seiring berjalannya waktu, Dian mengaku telah menjalani semuanya dengan ikhlas. Meskipun harus melewati perjalanan yang cukup panjang setiap hari, dia tidak pernah menyerah dan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi para siswanya.

Kisah Dian ini memang mengundang simpati. Menjadi guru di daerah terpencil bukanlah hal yang mudah. Tidak hanya harus menghadapi tantangan jarak dan transportasi, tapi juga kurangnya fasilitas pendukung dan keterbatasan sumber daya.

Namun, Dian tetap tegar dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Dia bahkan sampai hafal jalan mana yang berlubang karena sering melewatinya. Semua itu dilakukan demi masa depan anak-anak di daerah terpencil tersebut.

Tidak mudah bagi Dian melewati jalan sempit di kaki pegunungan untuk menuju sekolah. Bahkan, ia pernah mengalami ban sepeda motornya bocor di tengah perjalanan.

ADVERTISEMENT

"Berangkat dari rumah jam 06.30 WIB, sampai di sekolah 07.30 WIB. Pernah ban bocor, karena tidak ada tambal ban, saya menuntun motor sampai akhirnya teman saya memanggil montir," kenang Dian.

Dian mengungkapkan bahwa pendekatan yang dilakukannya mencakup memahami kultur budaya setempat dan berkenalan dengan murid serta wali murid. Perlahan-lahan, muncul ikatan batin yang kuat antara Dian dan lingkungan sekitar.

Sebagai ibu dua anak, Dian merasakan dilema jika harus meninggalkan sekolah tempat ia mengajar, meskipun letaknya terpencil.

"Jika meninggalkan sekolah ini, saya kasihan kepada anak-anak. Bagaimana nanti dengan kebutuhan pendidikan mereka? Karena rumah mereka jauh," ujarnya.

Jumlah total murid di sekolah tersebut hanya 23 siswa dari kelas 7 hingga 9, dengan jumlah guru yang hanya enam orang. Kondisi ini memaksa Dian untuk merangkap beberapa jabatan.

"Saya merangkap sebagai Wakil Kepala Sekolah Kurikulum, guru IPA, dan Operator PIP. Gaji saya tetap sama, tanpa insentif tambahan," jelasnya.

SMPN Satu Atap Gemarang, tempat Dian mengajar, telah berdiri sejak tahun 2007. Pada tahun ajaran 2012/2013, sekolah tersebut memiliki jumlah murid terbanyak, yaitu sekitar 50 siswa. Namun, jumlah itu terus menyusut dari tahun ke tahun seiring berkurangnya fasilitas yang ada di sekolah.

"Saya yakin semua guru yang baru ditempatkan di sini pasti akan merasa keberatan. Tapi setelah bertahun-tahun, akhirnya kami menyatu dengan masyarakat dan anak-anak di sini," kata Dian.

Dian berpesan bahwa jika naluri sebagai seorang guru sudah terketuk, ditempatkan di manapun akan dijalani dengan ikhlas.

"Lambat laun, pasti menemukan sesuatu yang tertanam dalam benak pribadi. Untuk anak-anak, motivasi harus lebih ditingkatkan. Manfaatkan kesempatan untuk sekolah demi memenuhi kebutuhan pendidikan dan meraih cita-cita setinggi mungkin," pungkasnya.

Kembali Keatas