Kasus penyerangan oleh lumba-lumba terhadap warga di Jepang kembali mencuat. Dilansir dari UniLad pada Rabu (28/7/2024), seekor lumba-lumba diduga menyerang hampir 50 warga di pantai Teluk Wakasa, Jepang.
Insiden ini mengundang perhatian karena lumba-lumba biasanya dikenal sebagai hewan ramah yang sering berinteraksi dengan manusia.
Serangan ini dianggap tidak biasa karena lumba-lumba tersebut tampaknya tidak mencari mangsa, melainkan diduga melakukan pelecehan terhadap para pengunjung pantai.
Teluk Wakasa, yang dikenal dengan pantainya yang indah, ternoda oleh serangkaian serangan yang mencederai para wisatawan.
Menurut para ahli biologi laut, pelaku serangan tersebut diduga adalah lumba-lumba hidung botol. Profesor Tadamichi Morisaka dari Universitas Mie, Jepang, menyatakan bahwa kemungkinan besar ini adalah lumba-lumba yang sama dengan yang terlibat dalam serangan-serangan sebelumnya.
Ciri khas luka di sirip ekor lumba-lumba ini memperkuat dugaan bahwa lumba-lumba tersebut telah menyerang pengunjung pantai sejak dua tahun lalu.
Pada tahun 2022, The New York Times melaporkan 21 orang cedera akibat serangan lumba-lumba di pantai dekat kota Echizen.
Tahun 2023 mencatat lebih dari 10 korban terluka, dan hingga tahun 2024 ini, 18 orang dilaporkan terluka, termasuk seorang anak yang harus mendapat jahitan, menurut laporan BBC News.
Putu Mustika, dosen dan peneliti kelautan di Universitas James Cook, Australia, menjelaskan bahwa lumba-lumba bisa bertindak liar saat berada dalam masa kawin.
Tingginya tingkat hormon dan rasa kesepian membuat hewan ini lebih agresif. Bahkan, rekaman video menunjukkan perilaku tak pantas lumba-lumba yang diduga melakukan pelecehan terhadap manusia.
Para ahli menekankan bahwa selain frustrasi hormon, interaksi manusia yang tidak tepat, seperti mencoba menyentuh atau memprovokasi lumba-lumba, dapat memperburuk situasi.
Lumba-lumba memiliki kekuatan fisik yang besar dan, meski tidak bermaksud melukai, tindakan mereka bisa berakibat fatal.
Dr. Simon Allen, peneliti di Shark Bay Dolphin Research Project, juga menegaskan bahwa sifat sosial lumba-lumba, ditambah fluktuasi hormon, dapat memicu perilaku agresif yang membahayakan manusia.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa meski dikenal ramah, lumba-lumba tetaplah hewan liar yang bisa berperilaku tak terduga, terutama jika dipicu oleh faktor-faktor tertentu.