Penggunaan kecerdasan buatan generatif atau generative AI (genAI) semakin meningkat di kalangan profesional Indonesia. Berdasarkan laporan Jobstreet berjudul "Decoding Global Talent 2024: GenAI Edition," sekitar 50% pekerja di Indonesia kini telah menggunakan genAI, baik untuk kebutuhan pekerjaan maupun pribadi.
Namun, di tengah meningkatnya pemanfaatan AI ini, muncul kekhawatiran yang berkembang di kalangan tenaga kerja bahwa teknologi AI, termasuk genAI, dapat menggantikan peran mereka di masa depan.
Kekhawatiran Terhadap Dampak AI pada Pekerjaan
Mayoritas pekerja Indonesia dalam survei Jobstreet memperkirakan akan ada dampak nyata dari AI terhadap pekerjaan mereka dalam lima tahun mendatang. Dari hasil survei, sebanyak 38% responden menyatakan bahwa beberapa tugas mereka diperkirakan akan berubah sebagai akibat dari AI.
Selain itu, 30% lainnya merasa bahwa pekerjaan mereka akan mengalami transformasi yang lebih besar dan signifikan. Sebaliknya, 22% pekerja merasa posisi mereka tidak akan terdampak AI, sementara 10% responden mengungkapkan kekhawatiran bahwa peran mereka berisiko tergantikan sepenuhnya oleh teknologi genAI.
Dan ada yang bilang, sebagian tugas akan berubah. Jadi, kalau di marketing itu yang dulu kita gak punya marketing teknologi itu sekarang kita harus pakai martek, untuk lebih meningkatkan tugas-tugas kita, dan untuk mendapatkan goal, untuk mencapai goals yang lebih pas," jelas Country Head of Marketing Jobstreet Sawitri.
Persiapan Pekerja Indonesia untuk Menghadapi Disrupsi Teknologi
Meski menghadapi tantangan AI, survei Jobstreet juga mencatat tingginya kesediaan tenaga kerja Indonesia untuk melakukan reskilling atau pembaruan keterampilan guna mempertahankan daya saing di pasar tenaga kerja yang dipengaruhi AI.
Sebanyak 97% responden Indonesia menyatakan kesiapannya untuk belajar keterampilan baru agar tetap relevan dalam menghadapi perubahan teknologi, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan persentase kesediaan reskilling tertinggi di Asia Tenggara dan bahkan global.
Sepanjang tahun 2023, data menunjukkan bahwa 40% pekerja Indonesia sudah rutin melakukan reskilling setiap minggu. Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata pekerja di Asia Tenggara yang hanya mencapai 32%.
Laporan Jobstreet ini merupakan bagian dari survei global yang mencakup lebih dari 180 negara dengan partisipasi lebih dari 150 ribu responden, termasuk 19 ribu pekerja dari Indonesia.
Data dari survei ini memberikan pandangan mendalam tentang bagaimana kecerdasan buatan mulai mengubah lanskap pekerjaan, sekaligus kesiapan tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi perubahan melalui reskilling yang berkelanjutan.
Dengan meningkatnya kekhawatiran terkait AI, kesiapan untuk terus meningkatkan keterampilan menjadi langkah strategis bagi para pekerja Indonesia untuk tetap bersaing di era digital.
Baca artikel dan berita menarik dari JalanTikus lainnya di Google News