Meskipun dikenal sebagai generasi yang paling melek teknologi, Gen Z ternyata menjadi kelompok yang paling sering jatuh ke dalam perangkap penipuan online. Data terbaru menunjukkan bahwa generasi ini, yang lahir antara tahun 1995 hingga 2012, tiga kali lebih rentan terkena penipuan online dibandingkan generasi boomer. Fakta ini terungkap dalam laporan Deloitte pada tahun 2023 dan diperkuat oleh sejumlah ahli keamanan siber.
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia pada tahun 2024 mencapai lebih dari 221 juta orang, dan hampir 34,4% di antaranya merupakan Gen Z. Ini menunjukkan bahwa generasi ini menghabiskan banyak waktu berselancar di dunia maya, yang secara tidak langsung meningkatkan risiko terkena penipuan online.
Mengapa Gen Z Lebih Mudah Ditipu?
Salah satu alasan mengapa Gen Z lebih rentan terhadap penipuan online adalah karena tingginya frekuensi penggunaan teknologi mereka. Gen Z menggunakan perangkat digital secara intensif, terutama media sosial seperti Instagram, TikTok, dan WhatsApp.
Tingginya aktivitas online membuat mereka menjadi target empuk bagi penipuan, seperti phishing, pencurian identitas, hingga skema investasi palsu yang menjanjikan keuntungan cepat tanpa risiko.
Selain itu, banyak anak muda yang lebih percaya terhadap apa yang mereka lihat di media sosial. Sebuah laporan dari Pew Research Center pada tahun 2022 menyebutkan bahwa orang dewasa di bawah usia 30 tahun cenderung lebih mempercayai informasi yang mereka temukan di media sosial dibandingkan generasi yang lebih tua. Kepercayaan ini seringkali membuat mereka kurang waspada terhadap informasi palsu atau tawaran yang tidak masuk akal.
Modus Penipuan yang Mengincar Gen Z
Penipu seringkali menggunakan modus yang dirancang khusus untuk menarik perhatian Gen Z. Misalnya, iklan palsu di media sosial yang menawarkan produk atau layanan dengan diskon besar, atau pesan singkat yang berisi tautan palsu. Salah satu modus yang sering digunakan adalah penipuan lewat phishing, di mana pelaku berpura-pura sebagai pihak resmi seperti bank atau platform digital untuk mencuri informasi sensitif korban.
Ahli keuangan Catherine Valega menambahkan bahwa banyak generasi muda yang terburu-buru dalam membuat keputusan online, tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. "Generasi yang lebih tua mungkin lebih skeptis terhadap apa yang mereka temui di internet, sementara Gen Z cenderung langsung percaya," jelasnya.
Cara Gen Z Bisa Lebih Aman di Dunia Maya
Untuk menghadapi maraknya penipuan online, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh Gen Z dan generasi lainnya. Pertama, gunakan aplikasi pengelola kata sandi untuk menyimpan dan mengelola kata sandi dengan aman. Kedua, selalu aktifkan pengaturan privasi di aplikasi media sosial agar informasi pribadi tidak mudah diakses oleh orang tak dikenal. Ketiga, hindari membagikan informasi sensitif atau membuat keputusan keuangan hanya berdasarkan iklan atau tawaran yang tidak jelas.
Dengan meningkatnya kompleksitas modus penipuan, menjaga kesadaran dan kewaspadaan menjadi sangat penting. Teknologi kecerdasan buatan (AI) bahkan kini digunakan oleh penipu untuk membuat skema penipuan yang lebih canggih dan sulit dikenali. Oleh karena itu, edukasi terkait keamanan siber perlu ditingkatkan, terutama di kalangan generasi muda yang sehari-hari terhubung dengan internet.
Baca artikel dan berita menarik dari JalanTikus lainnya di Google News