Dalam beberapa tahun terakhir, kita sering mendengar tentang pentingnya pepohonan dalam menyerap karbon dioksida (CO2) untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Namun, kenyataannya tidak selalu sejalan dengan harapan. Tahun 2023 diketahui menghasilkan suhu tertinggi yang pernah tercatat.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa hampir tidak ada pepohonan yang menyedot CO2. Hal ini memicu pertanyaan besar, apakah sistem alam kita mulai gagal dalam perannya sebagai penyerap karbon? Mari kita simak lebih lanjut tentang fenomena pepohonan tidak menyedot CO2 dalam setahun terakhir berikut ini.
Pepohonan Tidak Menyedot CO2 Jadi Tanda Krisis Bumi
Temuan awal dari tim peneliti internasional mengungkap bahwa pepohonan tidak menyedot CO2 secara signifikan tahun ini. Hutan, tanaman, dan tanah secara keseluruhan hampir tidak menyerap karbon. Menyusul kondisi ini, semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa proses alami yang mengatur iklim Bumi mulai menunjukkan tanda-tanda keruntuhan.
Para ahli memperingatkan bahwa meskipun penyerapan karbon oleh alam biasanya dapat diandalkan, situasi saat ini menunjukkan bahwa pepohonan dan ekosistem lain menghadapi tantangan besar akibat pemanasan global yang terus meningkat. Selain itu, dampak negatif dari pencairan es di Greenland dan Arktik juga menjadi perhatian, mengganggu arus laut yang penting untuk penyerapan CO2 oleh lautan.
"Keruntuhan mendadak ini tidak diperhitungkan dalam model iklim," ungkap Andrew Watson dari Universitas Exeter. Johan Rockstr m, Direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research, menambahkan, "Kami melihat retakan dalam ketahanan sistem Bumi. Ekosistem darat kehilangan kemampuan menyimpan dan menyerap karbon, sementara lautan juga menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan."
Ekosistem Semakin Rapuh
Fenomena pepohonan tidak menyedot CO2 diyakini dapat bersifat sementara. Tanpa tekanan kekeringan atau kebakaran hutan, lahan seharusnya bisa kembali menyerap karbon.
Namun, keadaan ini memperlihatkan betapa rapuhnya ekosistem ini dan dampaknya terhadap krisis iklim yang lebih besar. Sekitar 118 negara bergantung pada lahan untuk mencapai target iklim nasional mereka, namun kenaikan suhu dan cuaca ekstrem mengancam ekosistem ini.
Pergeseran yang cepat dalam kemampuan penyimpanan karbon tidak diperhitungkan dalam banyak model iklim. Para peneliti menunjukkan bahwa jika tren ini berlanjut, dampaknya terhadap upaya global untuk mengurangi emisi karbon dapat menjadi sangat signifikan.
Apa yang Terjadi Jika Sumber Karbon Alami Menghilang?
Tanpa perhatian serius pada emisi dari sektor bahan bakar fosil, kita mungkin tidak dapat mengandalkan hutan untuk menyerap karbon secara efektif di masa depan.
Dengan situasi saat ini, kita tidak dapat lagi menganggap remeh peran alam dalam menyerap karbon, dan perlu tindakan mendesak untuk melindungi sumber daya yang tersisa.
Perlindungan terhadap hutan dan ekosistem alami menjadi sangat penting dalam menghadapi tantangan ini. Tidak hanya peneliti, tetapi kita bersama-sama harus mencari solusi untuk memastikan bahwa pepohonan dan tanah kembali berfungsi seperti seharusnya, demi masa depan planet kita yang lebih baik.
Baca artikel dan berita menarik dari JalanTikus lainnya di Google News