OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, baru-baru ini meluncurkan fitur "advanced voice mode" untuk pengguna berbayar. Fitur ini membuat interaksi dengan AI terasa lebih alami dan manusiawi, lengkap dengan emosi dan isyarat non-verbal.
Kemampuan ChatGPT untuk bersuara seperti manusia ini menimbulkan kekhawatiran baru. OpenAI sendiri mengakui adanya risiko pengguna mengembangkan hubungan yang intim dengan chatbot ini. Kasus influencer media sosial Lisa Li yang "menjadikan" ChatGPT sebagai pacarnya menjadi bukti nyata kekhawatiran tersebut.
Mengapa manusia bisa terikat secara emosional dengan chatbot?
Jawabannya terletak pada evolusi otak manusia. Nenek moyang kita mengembangkan kemampuan "merawat" satu sama lain secara verbal, yang kemudian mendorong perkembangan pusat bahasa di otak. Bahasa yang lebih kompleks memungkinkan sosialisasi yang lebih rumit, yang pada gilirannya memperbesar bagian sosial otak kita.
Percakapan, terutama yang melibatkan pengungkapan detail pribadi, membangun rasa intim bahwa lawan bicara kita adalah bagian dari diri kita. Ketika proses ini direplikasi antara manusia dan chatbot, tidak mengherankan jika manusia merasa dekat dengan chatbot tersebut.
Penambahan fitur suara semakin memperkuat efek ini. Bahkan asisten suara seperti Siri dan Alexa yang tidak terdengar manusiawi pun mendapat banyak "lamaran pernikahan" dari pengguna.
Jika OpenAI ingin mencegah pengguna membentuk hubungan sosial dengan ChatGPT, langkah logisnya adalah tidak memberikan suara atau kemampuan bercakap-cakap. Namun, justru fitur-fitur inilah yang membuat produk ini sangat powerful.
Risiko dari teknologi ini nyata adanya, geng. Waktu yang dihabiskan untuk mengobrol dengan bot membuat waktu untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga jadi semakin sedikit. Bisa-bisa, interaksi dengan AI menggantikan hubungan mereka dengan manusia lain.
Selain itu, interaksi dengan chatbot dapat mempengaruhi hubungan yang sudah ada. Pengguna mungkin mulai mengharapkan pasangan atau teman mereka berperilaku seperti chatbot yang sopan dan penurut.
Meski demikian, kita tidak bisa mengabaikan potensi manfaat teknologi ini. Bagi sebagian orang yang kesepian, chatbot bisa menjadi teman bicara yang tidak menghakimi, sehingga mereka didengar dan tidak terisolasi.
Baca artikel dan berita menarik dari JalanTikus lainnya di Google News