Para peneliti di Indonesia saat ini memantau secara intensif dua segmen megathrust yang berpotensi menimbulkan gempa besar, yaitu megathrust Mentawai-Siberut dan megathrust Selat Sunda. Kedua segmen ini diketahui belum mengalami gempa besar selama ratusan tahun.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanif, menjelaskan bahwa segmen megathrust Selat Sunda memiliki siklus gempa setiap 400 tahun dengan pergerakan lempeng sekitar 6 cm per tahun. Artinya, dalam 400 tahun, pergerakan ini bisa mencapai 24 meter.
Nuraini menegaskan, jika seluruh energi yang terkumpul dilepaskan sekaligus, gempa dengan kekuatan hingga M 8,8 bisa terjadi di Selat Sunda.
Bahkan, jika segmen megathrust di sepanjang pulau Jawa turut bergerak, magnitudonya bisa mencapai M 9,0 atau setara dengan gempa besar di Aceh tahun 2004 dan Jepang.
Model tsunami yang dihasilkan dari skenario gempa ini memperkirakan ketinggian tsunami bisa mencapai 5 hingga 20 meter, terutama di wilayah selatan Jawa.
Lebih lanjut, Nuraini mengungkapkan bahwa akumulasi energi di Jawa bagian barat, khususnya di wilayah Lebak, Banten, saat ini terpantau lebih besar.
Di wilayah ini, tsunami setinggi 20 meter mungkin terjadi jika gempa megathrust terjadi, sementara di area lain diperkirakan ketinggiannya bisa mencapai 15 meter.
Meskipun pemantauan terus dilakukan, hingga kini belum ada teknologi yang mampu memprediksi secara akurat kapan gempa megathrust akan terjadi.
Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng besar yang membentuk 15 segmen megathrust di wilayah Indonesia. Ketiga lempeng tersebut, yakni Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu kawasan dengan risiko gempa bumi tertinggi di dunia.
Dalam sejarah, gempa megathrust besar terakhir terjadi di Aceh pada tahun 2004, dengan magnitudo 9,3 SR yang memicu tsunami setinggi 30 meter.
Nuraini menjelaskan, gempa megathrust mengikuti siklus yang terdiri dari tiga fase: interseismic, coseismic, dan postseismic.
Fase interseismic merupakan tahap di mana energi terkumpul di sepanjang lempeng, seperti yang saat ini terjadi di segmen megathrust Selat Sunda.
Fase coseismic adalah fase pelepasan energi yang telah terkumpul, sedangkan fase postseismic adalah periode relaksasi setelah energi dilepaskan.
Pemantauan fase-fase ini dapat dilakukan menggunakan GPS yang mampu mengukur pergerakan lempeng dalam skala milimeter.
Meski hanya beberapa milimeter, akumulasi pergerakan di Jawa mencapai sekitar 6 cm per tahun yang menunjukkan betapa besarnya potensi gempa yang bisa terjadi di masa depan.
Baca artikel dan berita menarik dari JalanTikus lainnya di Google News