Pavel Durov, pendiri sekaligus CEO Telegram, dilaporkan ditangkap di Bandara Le Bourget, Prancis, pada Sabtu malam, 24 Agustus 2024, ketika sedang bepergian dengan jet pribadinya.
Menurut sumber dari TF1 TV, Durov telah menjadi target surat penangkapan yang dikeluarkan oleh otoritas Prancis. Penangkapan ini terkait tuduhan bahwa Telegram diduga membiarkan aktivitas kriminal berlangsung tanpa moderasi yang memadai.
Telegram Buka Suara
Menanggapi penangkapan ini, Telegram melalui saluran resmi mereka membantah tuduhan yang dialamatkan kepada Durov. Perusahaan menegaskan bahwa mereka telah mematuhi aturan layanan digital Uni Eropa dan terus meningkatkan standar moderasi konten.
Mereka juga menilai bahwa tidak adil jika tanggung jawab atas penyalahgunaan platform dibebankan kepada aplikasi atau pemiliknya.
Berikut pernyataan lengkap Telegram:
"Telegram mematuhi hukum di Uni Eropa, termasuk aturan layanan digital-yang moderasinya sesuai dengan standar industri dan terus ditingkatkan. CEO Telegram Pavel Durov tidak menyembunyikan apapun dan sering pergi ke Eropa. Tidak masuk akal mengklaim platform atau pemiliknya bertanggung jawab untuk penyalahgunaan platform tersebut."
Pavel Durov yang berasl dari Rusia memang jarang bepergian ke Eropa dan cenderung menghindari negara-negara yang mempermasalahkan operasional Telegram. Saat ini, ia berdomisili di Dubai dan telah menjadi warga negara Prancis sejak Agustus 2021.
Durov, yang juga mendirikan jejaring sosial VKontakte. Ia meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah menolak permintaan lembaga keamanan Rusia untuk menyerahkan data pengguna VKontakte.
Upaya Rusia untuk memblokir Telegram juga gagal karena Durov menolak memberikan akses komunikasi daring pengguna kepada otoritas keamanan negara tersebut.
Nasib Telegram di Indonesia
Pengamat telekomunikasi memprediksi bahwa penutupan Telegram dapat menyebabkan pengguna beralih ke platform lain. Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, menyatakan bahwa sementara mayoritas masyarakat Indonesia menggunakan WhatsApp, Telegram cenderung digunakan untuk komunikasi rahasia.
Heru menekankan bahwa perkembangan kasus Durov perlu dipantau lebih lanjut untuk menentukan nasibnya, apakah ia akan dipenjara atau dibebaskan dengan jaminan.
Menurut Heru, banyak negara telah memblokir Telegram karena perusahaan dianggap tidak patuh terhadap aturan setempat, seperti memoderasi konten dan memberikan akses bagi penegak hukum dalam situasi keamanan nasional. Namun, di Indonesia, aturan yang kurang ketat memungkinkan Telegram tetap dapat diakses.
Baca artikel dan berita menarik lainnya dari JalanTikus di Google News