Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menyoroti potensi gempa megathrust di Indonesia, khususnya di wilayah Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Peringatan ini muncul setelah gempa besar yang melanda Jepang pekan lalu, mengingatkan kembali akan kerentanan wilayah Cincin Api Pasifik terhadap aktivitas seismik. Gempa megathrust, yang dapat mencapai kekuatan di atas magnitudo 8, berpotensi memicu tsunami yang berbahaya bagi wilayah pesisir.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menegaskan bahwa gempa di dua zona megathrust tersebut "tinggal menunggu waktu". Pernyataan ini didasarkan pada fakta bahwa gempa megathrust terakhir di kedua lokasi terjadi lebih dari 200 tahun yang lalu.
Namun, Daryono juga menekankan bahwa frasa "tinggal menunggu waktu" bukan berarti gempa akan terjadi dalam waktu dekat.
"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar," jelas Daryono. Ia menambahkan bahwa belum ada teknologi yang mampu memprediksi gempa secara akurat.
Daryono lebih lanjut menjelaskan, "Disebut menunggu waktu karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah melepaskan energinya, sementara segmen-segmen di dua lokasi tadi belum melepaskan energi gempanya."
Ini menunjukkan adanya akumulasi energi yang berpotensi dilepaskan dalam bentuk gempa besar di masa depan.
Pakar geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, mendukung pernyataan Daryono. Ia menekankan kompleksitas kondisi megathrust di dasar lautan, yang membuat prediksi waktu terjadinya gempa menjadi sangat sulit.
"Kalau memprediksi waktu tepatnya itu tidak ada yang bisa, atau mungkin belum ada yang bisa, karena sangat kompleks," jelas Heri.
Meskipun demikian, Andreas menjelaskan bahwa gempa memiliki siklus yang terjadi setiap ratusan tahun sekali. Untuk zona megathrust di Sumatra dan Jawa, siklus ini diperkirakan terjadi setiap 200 hingga 250 tahun.
"Setelah perulangan 200-an tahun, tidak tepat 200 tahun, 225 atau 230 tahun, itu bisa terjadi kembali, karena gempa itu bersiklus," tuturnya.
Meski kapan terjadinya gempa megathrust di Indonesia belum dapat diketahui, pemahaman tentang potensi risiko dan persiapan yang matang dapat membantu meminimalkan dampak bencana. Kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat menjadi sangat penting dalam membangun ketahanan terhadap bencana alam di Indonesia.
Baca artikel dan berita menarik dari JalanTikus lainnya di Google News