Kamu suka nonton anime, geng? Meskipun sering dihina orang sebagai wibu bau bawang, nyatanya banyak orang yang tetap menyukai film animasi dari Jepang ini.
Dengan berbagai genre yang ada, anime membawa kebahagiaan, fantasi, ketegangan, dan lain sebagainya untuk penonton.
Sayang, ternyata ada sisi gelap dari industri anime yang membuat hati kita pilu! Simak ulasan Jaka selengkapnya di bawah ini!
Sisi Gelap Industri Anime
Anime memang menjadi salah satu industri yang paling menjanjikan saat ini. Hal ini bisa dilihat dari besarnya pemasukan yang berhasil didapatkan.
Antara tahun 2002 hingga 2017 saja, pemasukan industri anime berlipat ganda menjadi $19 miliar per tahun atau setara dengan Rp268 triliun.
Kenyataan pahitnya, hal tersebut tidak memicu kesejahteraan para orang yang ada di balik layar, terutama animator.
Banyak Animator Bunuh Diri

Setiap adegan anime bisa dikatakan dibuat menggunakan gambaran tangan. Terkadang ada bantuan sedikit dari CGI, tapi tetap lebih dominan dengan menggambar.
Banyak orang di Jepang yang bekerja sebagai seorang animator. Kebanyakan, mereka memilih pekerjaan ini karena passion, bukan demi penghidupan yang layak.
Alasannya, pekerjaan mereka termasuk menjenuhkan. Untuk satu adegan saja, dibutuhkan berlembar-lembar gambar dengan presisi yang tinggi.
Kedua, tekanan yang mereka hadapi sebagai seorang animator sangatlah tinggi. Mereka sangat akrab dengan yang namanya deadline ketat.
Hal ini menyebabkan banyaknya animator anime merasa stres hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Pada tahun 2014, ada seorang animator laki-laki yang memutuskan untuk bunuh diri. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ia telah bekerja lebih dari 600 jam dalam sebulan sebelum kematiannya.
Memperbudak Freelance

Setiap tahun, ada sekitar 200 judul anime yang diproduksi di Jepang. Artinya, dibutuhkan banyak animator untuk mengisi posisi tersebut.
Salah seorang animator anime isekai Sword Art Online mengatakan bahwa sekarang susah untuk mencari animator berbakat.
Solusinya, mereka menggunakan freelancer muda yang sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan anime. Apalagi, gaji mereka juga lebih murah.
Freelancer sering digunakan untuk in-between animator. Secara singkat, yang dilakukan oleh mereka adalah menghubungkan antar frame sehingga pergerakan di anime terlihat mulus.
Sedihnya, industri anime sering memperlakukan para animator muda ini secara semena-mena. Jika sudah tidak dibutuhkan, mereka bisa dibuang begitu saja.
Gaji Animator yang Rendah

Salah satu pemicu penderitaan seorang animator adalah gajinya yang tidak seberapa tinggi dibandingkan dengan beban kerja yang mereka tangung.
Menurut Japanese Animation Creators, seorang animator di Jepang rata-rata mendapatkan $10 ribu atau setara dengan Rp141 juta setiap tahunnya.
Jika seorang animator senior, mereka bisa mendapatkan upah antara $19 ribu sampai $31 ribu (Rp268 juta - Rp438 juta) per tahunnya.
Jumlah segitu mungkin terbilang besar untuk kita. Tapi di Jepang, uang sebanyak itu sangat pas-pasan untuk sekadar memenuhi kehidupan sehari-hari, terutama yang sudah berkeluarga.
Maka dari itu, banyak animator yang mengambil pekerjaan tambahan. Wajar jika sampai muncul istilah Karoshi, kematian karena terlalu banyak pekerjaan.
Tingginya Jam Kerja Seorang Animator

Untuk satu gambar, animator bisa memakan waktu lebih dari satu jam. Apalagi, anime Jepang terkenal karena sangat memedulikan hingga detail terkecil.
Oleh karena itu, wajar jika banyak animator yang merasa tertekan dengan kondisinya. Banyak animator tertidur di atas mejanya karena kelelahan. Tak sedikit yang masuk ke rumah sakit.
Salah satu studio animasi Jepang, Madhouse, pernah dituduh melanggar kode etik pekerja karena karyawannya bekerja hampir 400 jam tiap bulan.
Bahkan, mereka tidak mendapatkan libur satu hari pun selama 37 hari berturut-turut. Sekali lagi, tuntutan deadline merupakan salah satu penyebabnya.
Yang lebih pahit, inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa studio anime banyak menggunakan tenaga freelance. Mereka tidak perlu mengkhawatirkan peraturan ketenagakerjaan.
Apa yang Salah?
Ada yang menganggap sisi kelam industri anime ini dimulai dari Osamu Tezuka, pencipta Astro Boy yang memulai revolusi industri anime di tahun 80-an.
Banyak yang masih menggunakan standar yang ditetapkan oleh Tezuka hingga sekarang. Contohnya adalah durasi yang dibutuhkan untuk menggambar.
Padahal, anime-anime terbaru memiliki detail gambar yang makin rinci dibandingkan Astro Boy sehingga standar tersebut sudah tidak relevan.
Mungkin kamu penasaran, kenapa para animator tidak melakukan demo untuk meminta kenaikan gaji. Alasannya, karena masalah ini tidak sesederhana itu.
Jika terjadi kenaikan gaji massal, perusahaan bisa menjadi bangkrut karena keterbatasan anggaran yang dimiliki.
Pemasukan anime, yang sekilas terlihat besar, sebenarnya memang tidak cukup untuk membuat orang-orang yang terlibat menjadi makmur.
Atau, sebenarnya cukup tapi mereka memutuskan untuk tetap membayar rendah para pekerja mereka?
Solusi dari Sisi Gelap Industri Anime

Ada beberapa solusi yang disodorkan untuk meningkatkan kesejahteraan para animator. Salah satunya adalah para animator mendapatkan royalti untuk setiap gambar yang mereka hasilkan.
Sebuah organisasi bernama New Anime Making System Project berusaha mengumpulkan dana untuk menyediakan kehidupan yang lebih layak bagi para animator.
Salah satu proyek yang berhasil mereka lakukan adalah menyediakan perumahan dengan harga terjangkau untuk animator yang bekerja di anime-anime terkenal seperti Naruto dan Attack on Titan.
Yang bisa dilakukan oleh kita sebagai konsumen adalah memberikan tekanan agar bisa memperlakukan pekerja lebih baik lagi.
Diperlukan juga membuat undang-undang untuk mencegahnya terjadinya eksploitasi karyawan secara berlebihan. Yang terpenting, harus ada revolusi untuk memutus lingkaran setan ini.
Akhir Kata
Salah satu yang membuat industri anime terlihat sangat gelap adalah proses pembuatannya yang membutuhkan waktu panjang.
Dimulai dari storyboard, mereka harus menggambar, memberikan warna, menyusun animasi gerakan, membuat efek suara, dan lain sebagainya.
Semoga saja di masa depan, kerja keras para animator anime bisa dihargai lebih layak lagi.
Baca juga artikel seputar Anime atau artikel menarik lainnya dari Fanandi Ratriansyah.