Dalam proses pembuatan video game terbaik di platform manapun, dibutuhkan perencanaan yang rinci dan matang, mulai dari konsep, plot cerita, fitur, hingga budget yang harus dikeluarkan.
Ada banyak faktor yang menyebabkan sebuah game gagal. Ya, slah sedikit aja, besar kemungkinan video game tersebut bakal gagal di pasaran, atau yang lebih parah, jadi cemoohan penggemar game bertahun-tahun.
Nah uniknya, nggak semua developer game mau berbesar hati mengakui kesalahan mereka dalam proses produksinya. Sebaliknya, mereka malah mengeluarkan aneka argumen konyol untuk membela kegagalan video gamenya dan justru bikin malu maksimal.
Penasaran apa aja argumen yang mereka keluarkan? Kali ini Jaka bakal membahas secara khusus 7 argumen konyol produsen game buat bela produk mereka yang gagal. Berikut ulasannya!
1. Clang (2014)

Sedianya, game ini bakal dirilis pada tahun 2014 dengan membawa beragam fitur revolusioner yang bakal mengubah persepsi kita akan game duel pedang. Hal ini pun diaminin oleh developernya, Neal Stephenson.
Ia mengumbar janji bahwa game ini bakal membawa kualitas grafis yang lebih realistik dan mulus. Bahkan ia sesumbar bahwa memainkan permainan ini serasa sedang melihat pertandingan pedang sungguhan.
Sayangnya, game ini gagal rilis karena beberapa faktor. Pertama, Neal mengaku bahwa uang $500,000 yang ia kumpulkan untuk membuat game ini lenyap tak tersisa. Kedua, prototype game yang ia bikin bersama studio mininya, Subtai Corporation nggak bagus dan murahan.
Akhirnya karena udah nggak mood, ia putuskan buat membatalkan proyek game ini. Hmmm gak tahu Jaka harus bereaksi apa, nih!
2. Driveclub (2014)

Pada 2014 lalu, Evolution Studios bersama Sony Computer Entertainment merilis sebuah game balapan multiplayer berjudul Driveclub. Sebenarnya game ini cukup seru karena mampu membawamu ke arena balapan mobil secara realistis, entah sendirian atau bareng teman-temanmu via multiplayer.
Sayangnya, saat dirilis, game ini memiliki banyak masalah. Nggak cuma alami beberapa crash maupun bugs yang mengganggu, servernya sempat down dan overload karena pemain yang menggunakan fitur multiplayer terlalu banyak.
Evolution Studios sendiri mengatakan bahwa mereka gagal menguji daya tahan server ini karena kapasitasnya yang terlalu kecil, dan mereka nggak menyangka bakal mendapat antusias yang besar sampai-sampai servernya nggak muat bahkan kewalahan.
3. Tony Hawk: Shred (2010)

Bagi para penggemar skateboard pasti familiar dengan legenda hidup Tony Hawk. Saking ikoniknya, sosok Tony sering "didewakan" dan jadi inspirasi pemberian nama brand-brand yang berhubungan dengan skateboard. Tak terkecuali dalam ranah video game.
Dirilis pada tahun 2009 oleh developer ternama Activision, game ini ternyata mendapat sambutan yang kurang positif dari pengamat game. Memang di satu sisi, game ini memiliki beberapa bugs dan permasalahan teknis, tapi banyak yang meyakini bahwa faktor utamanya karena ..... ya nggak banyak yang tertarik dengan video game bertema skateboard.
Namun, Activision berkilah bahwa kegagalan game ini hanya semata-mata karena kesalahan teknis. Harusnya, Activision juga menguji permintaan market dulu sebelum benar-benar memproduksi dan meluncurkannya ke publik.
4. No Man's Sky (2016)

Bisa dikatakan bahwa No Man's Sky merupakan proyek yang paling ditunggu di tahun 2016. Game yang termasuk dalam genre survival ini sendiri diklaim mampu bawa para pemainnya menjelajahi triliunan planet, di mana setiap planetnya punya variasi biota yang berbeda.
Sayang, kenyataannya berbeda jauh. Nggak hanya konsep game yang dinilai terlalu repetitif dan membosankan, mayoritas gamers mengalami permasalahan teknis yang serius, mulai dari random crash, stutering FPS yang bikin naik pitam, bahkan nge-lag dan buat para pemainnya gak bisa masuk ke dalam game tersebut.
Akibatnya, berbondong-bondong para pemain menuntut Hello Games selaku developer games dan meminta refund. Sang developer pun berdalih dengan menyalahkan gamers yang menaruh harapan terlalu tinggi pada game ini.
Padahal sebelum game ini rilis, Hello Games lah yang justru memberikan janji-janji manis bahwa game ini bakal menyajikan aneka fitur menarik nan menggiurkan. Ya gimana gak tertarik, geng!
5. Afro Samurai 2: Revenge of Kuma (2015)

Dirilis pada tahun 2015 oleh Redacted Studios, game ini langsung mendapat kritikan negatif dari para pengamat game. Alasannya pun beragam, namun developer menyimpulkan bahwa intinya sama: Ya karena nggak suka aja.
Karena alasan yang, nampaknya, penuh sentimental ini, Redacted Studios memutuskan untuk menarik seluruh peredaran game ini beberapa bulan setelah perilisannya. Ini pun dilakukan agar nggak makin banyak orang yang gak suka dengan game ini.
Sebenarnya, jika pihak developer mau membenahi plot cerita maupun kualitas grafisnya, game ini bisa berkembang dan disukai oleh para penggemar game lainnya kok!
6. LawBreakers (2017)

Disebut sebagai game dengan kegagalan terbesar sepanjang sejarah, LawBreakers merupakan game multiplayer FPS yang dikembangkan oleh Boss Key Productions pada tahun 2017.
Ada beberapa faktor yang mendasari kegagalan game ini, salah satunya adalah kegagalannya dalam menyaingi game-game FPS yang kebetulan dirilis hampir bersamaan, seperti Overwatch.
Saat diminta komentarnya seputar game ini, Cliff Bleszinski selaku developer malah berdalih bahwa game ini gagal akibat kesalahan teknis semata dan berkeras akan memperbaikinya. Sayang, game ini terpaksa "mati" dan studio Cliff bangkrut tak lama setelahnya.
7. Pokemon GO (2016)

Biarpun populer dan dimainkan oleh jutaan orang di seluruh dunia hingga kini, Pokemon GO tetap kontroversial, bahkan dianggap produk gagal oleh pengamat game. Bukan cuma karena adanya bug, crash, hingga glitch-glitch aneh yang mengganggu, ada faktor lain yang bikin game ini dianggap gagal.
Salah satunya, Pokemon GO dikritik karena memiliki gameplay yang sangat dangkal dan memiliki banyak masalah teknis, khususnya karena ia memanfaatkan teknologi augmented reality yang harus disesuaikan dengan lingkungan sekitar.
Hal ini diperparah dengan ulah Nintendo selaku developer game yang melakukan blunder, termasuk mencegah akses aplikasi pihak ketiga, Pokevision, yang mampu memberikan gambaran maps jauh lebih jelas daripada punya Pokemon GO sendiri.
Nintendo beralasan bahwa aneka aplikasi pihak ketiga malah bikin performa game error, sehingga harus pakai fitur maps dari Pokemon GO sendiri. Lah, gimana mau pakai kalau maps nya sering error dan punya banyak bugs?
Akhir Kata
Itulah tadi deretan argumen konyol produsen game buat bela produk mereka yang gagal. Bagaimana menurutmu, geng!
Baca juga artikel seputar Games atau artikel menarik lainnya dari Diptya.