Dilema Megaproyek Food Estate, Antara Ketahanan Pangan dan Kerusakan Lingkungan

Ditulis oleh Jaka - Sabtu, 06 Maret 2021, 12:30
Food estate dirancang untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia, tetapi banyak dampak buruk pada lingkungan yang menghantui. Benarkah demikian?

Food Estate merupakan sebuah program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah Indonesia untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri.

Menurut Kaprodi S3 Ilmu Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM Sigit Supadmo Arif via Kompas, food estate secara harfiah berarti perusahaan perkebunan atau pertanian pangan yang biasanya berupa padi.

Sementara itu, indonesia.go.id menjelaskan food estate sebagai sebuah konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan.

Demi menjalankan program ini, Presiden Joko Widodo telah memberi wewenang kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membuatnya di luar Pulau Jawa.

Sumber foto: Portal Islam

Beberapa*area yang menjadi prioritas pengembangan lumbung pangan tersebut adalah Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas di Kalimantan Tengah, Kabupaten Humbang Hasundutan di Sumatera Utara, Kabupaten Sumba di Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

Meski food estate dirancang dengan segala optimisme dan harapan akan menguatnya ketahanan pangan Indonesia, bukan berarti tidak ada pro kontra yang menyertainya.

Permasalahan Lingkungan yang Mungkin Disebabkan

Ketidaksetujuan berbagai tokoh dengan keputusan food estate antara lain karena proyek ini hendak digarap di tempat yang tidak menjamin keberhasilan dan malah dapat membahayakan lingkungan.

Salah satu lokasi yang diprioritaskan menjadi food estate, Kabupaten Pulang Pisau, ternyata merupakan eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) yang gagal.

ADVERTISEMENT

Sigit Supadmo Arif menjelaskan bahwa lahan eks PLG telah mengalami degradasi sehingga*kesuburannya rendah dan tidak dapat menunjang pertumbuhan tanaman secara optimal.

Penjelasan ini diamini oleh Johan Rosihan, anggota Komisi IV DPR RI yang mengatakan bahwa pengembangan industri pangan di lahan gambut sangat beresiko dan potensi gagal sangat besar - seperti yang dimuat Media Indonesia.

Johan juga menambahkan bahwa megaproyek food estate dapat mengancam eksistensi spesies dan satwa langka seperti orangutan dan bekantan yang berhabitat di lahan tersebut.

Baru-baru ini, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa turut angkat bicara mengenai dampak buruk program food estate yang hendak digarap secara serius oleh pemerintah.

Menurut Dwi, strategi membuat lumbung pangan tidak menjawab persoalan pangan dan dapat berdampak buruk jika dilakukan dengan mengalihfungsikan hutan alam secara besar-besaran, seperti ditulis Kompas pada Kamis (04/3/2021).

Senada dengan pernyataan Johan Rosihan, ia pun mengatakan bahwa food estate dapat menimbulkan masalah lainnya yaitu deforestasi.

Hal tersebut akan semakin mencoreng rapot merah yang sudah diterima pemerintah Indonesia karena implementasi food estate yang mengingkari kaidah akademis.

Kaidah yang dimaksud adalah tanah dan agroklimat, kelayakan infrastruktur, kelayakan teknologi, dan kelayakan sosial-ekonomi yang harus dapat dipenuhi jika ingin proyek lumbung pangan berhasil.

Tokoh lainnya yang berpandangan serupa adalah Direktur Eksekutif Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) IPB, Rizaldi Boer.

Ia mengatakan food estate akan mengancam kerusakan lingkungan yang masuk ke dalam dua syarat utama agar Indonesia dapat memenuhi National Determined Contribution (NDC) sebagai bukti komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement atau Persetujuan Paris.

Adapun syarat tersebut adalah penurunan luas deforestasi hutan dan perbaikan pengelolaan lahan gambut.

Sumber foto: Borneonews

Rizaldi mengungkapkan bahwa beban NDC di sektor kehutanan mencapai 17% dan hanya bisa dicapai dengan penurunan deforestasi secara signifikan dan pemulihan lahan gambut.

Untuk itu, pengembangan food estate harus kembali ditinjau dan hutan alam harus dipertahankan.

Memburuknya krisis iklim juga dapat menjadi akibat fatal dari program food estate, menurut Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan, Anggalia Putri.

Dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas pada Rabu (03/3/2021), Anggalia mengatakan program ini berisiko dan kontraproduktif sehingga dapat menyebabkan pengeringan gambut dan kebakaran lahan.

Apalagi jika melihat total lahan yang akan dijadikan food estate, lebih dari 1,57 juta hektar di antaranya adalah hutan alam dan hampir 40 persennya tersebar di fungsi ekosistem gambut.

Dengan angka tersebut, bila seluruhnya dikonversi menjadi area lumbung pangan, potensi hutan alam yang hilang hampir setara dengan tiga kali luas Pulau Bali.

Kritik Walhi

Selain pendapat perorangan, sejumlah pegiat lingkungan dari LSM Lingkungan Walhi juga turut mengungkapkan keresahannya mengenai proyek lumbung pangan yang ambisius.

Bahkan, Walhi mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk membatalkan sebuah kebijakan.

Kebijakan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2020 mengenai perizinan penggunaan kawasan hutan lindung untuk digunakan sebagai lokasi proyek food estate, seperti yang dilaporkan BBC (19/11/2020).

Sumber foto: Medcom

Walhi beralasan, kebijakan tersebut akan merusak fungsi hutan lindung, yakni untuk mencegah bencana antara lain banjir dan longsor.

Diizinkannya penggunaan hutan lindung sebagai lumbung padi dinilai tidak memperhitungkan dampak lingkungan serta memberi kelonggaran kepada perusahaan karena tidak adanya kewajiban untuk membuat Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Dalam merespon hal tersebut, KLHK mengatakan bahwa hutan lindung yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan dalam proyek food estate adalah hutan yang tidak produktif.

Riau dan Kalimantan Barat Siap Kembangkan Food Estate

Terlepas minimnya dukungan dari sejumlah tokoh dan institusi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dilaporkan telah mengusulkan empat kabupaten untuk menjadi lumbung pangan baru - seperti dikutip dari iNews Kalbar, Kamis (04/3/2021).

Meski kementerian hanya meminta dua daerah, pemerintah Kalbar memutuskan untuk mengajukan empat kabupaten yaitu Sambas, Mempawah, Landak, dan Ketapang karena potensi lahan yang dimilikinya.

Kepala Dinas Pertanian Kalbar, Florentinus Anum mantap mengatakan bahwa cadangan pangan di Kalbar akan menguat dengan dijadikannya empat kabupaten tersebut sebagai food estate.

Pernyataan Florentinus juga didukung oleh Kabid Pangan Dinas Pertanian Kalbar, Dony Saiful Bahri yang menyatakan food estate di Kalbar sangat cocok dan strategis.

Bahkan, provinsi tersebut sudah menyiapkan 5.000 hektar lahan yang siap dikembangkan menjadi lumbung pangan.

Sementara itu, Riau yang telah menyambut baik rencana pengembangan food estate akan segera dikunjungi oleh pejabat terkait di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membicarakan kelanjutannya.

Lebih dari Kalimantan Barat, Riau diketahui telah menyediakan lahan seluas 30.294 hektar yang tersebar di Indragiri Hilir, Rokan Hilir, dan Pelalawan, seperti yang diberitakan oleh Go Riau.

Dengan dukungan dan sambutan baik terhadap program nasional ini, Pemprov Riau berharap ketahanan pangan dan kesejahteraan petani akan meningkat dan lebih terjamin dari sebelumnya.

Masih belum diketahui mana dari optimisme dan skeptisisme yang akan terjadi saat program ini benar-benar dijalankan secara menyeluruh, namun sebagai masyarakat Indonesia kita hanya dapat berharap yang terbaik.

Baca juga artikel seputar Out of Tech atau artikel menarik lainnya dari Ayu Kusumaning Dewi.

Simak juga beberapa artikel menarik lainnya dari Jalan Tikus berikut ini:

Ternyata 5 Benda ini Ditemukan Karena Alasan Aneh! | Roller Coaster untuk Menjauhi Dosa?

Marko Djuliarso, Insinyur Asal Indonesia yang Turut Garap Roket NASA Untuk ke Bulan

7 CEO Muda Indonesia Paling Inspiratif | Muda, Beda, dan Berkarya!

Mengenal Ambergris, Muntahan Paus Bernilai Miliaran Rupiah yang Langka dan Bikin Kaya

ARTIKEL TERKAIT

Wanita Asal Kenya Ini Bangun Start-Up Batu Bata Ramah Lingkungan, Manfaatkan Plastik!

10 Negara Paling Ramah Lingkungan Sedunia, Indonesia Peringkat Berapa?

7 Letusan Gunung Paling Mengerikan & Dahsyat | Ada yang di Indonesia!

Gunung Es yang Dua Kali Luas Jakarta Pecah! | Bencana Iklim Dunia?

Yogyakarta Dijatuhi Hujan Es Dua Hari! | Akibat Perubahan Iklim?

undefined
Kembali Keatas